Sejarah Bahasa Manusia,Peristiwa Kejatuhan Menara Babel dan Bahasa Pentakosta

Menara Babel dalam Alkitab:
Kejadian 10:31-32, 11:1-10
10:31 Itulah keturunan Sem, menurut kaum mereka, menurut bahasa mereka, menurut tanah mereka, menurut bangsa mereka.10:32 Itulah segala kaum anak-anak Nuh menurut keturunan mereka, menurut bangsa mereka. Dan dari mereka itulah berpencar bangsa-bangsa di bumi setelah air bah itu. 11:1. Semula, bangsa-bangsa di seluruh dunia hanya mempunyai satu bahasa dan mereka memakai kata-kata yang sama. 11:2 Ketika mereka mengembara ke sebelah timur, sampailah mereka di sebuah dataran di Babilonia, lalu menetap di sana. 11:3 Mereka berkata seorang kepada yang lain, “Ayo kita membuat batu bata dan membakarnya sampai keras.” Demikianlah mereka mempunyai batu bata untuk batu rumah dan ter untuk bahan perekatnya. 11:4 Kata mereka, “Mari kita mendirikan kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, supaya kita termasyhur dan tidak tercerai berai di seluruh bumi.”
11:5. Maka turunlah TUHAN untuk melihat kota dan menara yang didirikan oleh manusia. 11:6 Lalu Ia berkata, “Mereka ini satu bangsa dengan satu bahasa, dan ini baru permulaan dari rencana-rencana mereka. Tak lama lagi mereka akan sanggup melakukan apa saja yang mereka kehendaki. 11:7 Sebaiknya Kita turun dan mengacaukan bahasa mereka supaya mereka tidak mengerti lagi satu sama lain.” 11:8 Demikianlah TUHAN menceraiberaikan mereka ke seluruh bumi. Lalu berhentilah mereka mendirikan kota itu. 11:9 Sebab itu kota itu diberi nama Babel, karena di situ TUHAN mengacaukan bahasa semua bangsa, dan dari situ mereka diceraiberaikan oleh TUHAN ke seluruh bumi.
Menara Babel dalam Al-Quran:
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Aad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain , dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah dan kaum Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (tentara yang banyak), yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri, lalu mereka berbuat banyak kerusakan dalam negeri itu, karena itu Tuhanmu menimpakan kepada mereka cemeti azab,” (QS. 89:6-13)”

Ada benang merah yang bisa didapatkan dari kisah tentang menara babel yang diceritakan dalam Perjanjian Lama dengan apa yang tertera di dalam Al-Quran. Pendirian menara babel merupakan simbolisasi keangkuhan dan kesombongan manusia dan yang lebih parahnya, mereka melakukan hal itu untuk menantang Tuhan.

Peristiwa Terjadinya Bermacam-Macam Bahasa di Dunia

Setelah Air Bah manusia mulai berkembang biak dengan pengetahuan dan kemampuan yang tinggi. Dengan demikian manusia berusaha untuk mempertahankan kehidupan bersama dalam satu bangsa dan satu bahasa di daerah tertentu saja,sehingga mereka berusaha untuk membangun suatu menara yang tingginya sampai ke langit. Tetapi maksud ini bertentangan dengan kehendak Allah terhadap manusia, yaitu untuk memenuhi bumi ini. Oleh karena itu Allah menyataka kemahakuasaan-Nya dengan mengacaukan bahasa mereka sehingga pembangunan menara itu tidak dapat diselesaikan. Karena kekacauan bahasa itu, maka kota dimana pembangunan menara itu dilaksanakan disebut Babel.

Mari, berbahasa Pentakosta
Pembacaan Kisah Para Rasul 2:1-11 1 Korintus 12:3b-7, 12-13 Injil: Yohanes 20:19-23

Cerita “Menara Babel” mengisahkan tentang anak-anak manusia yang menjadi sombong, mereka mahu membangun sebuah menara yang boleh mencapai langit dan dapat mencapai Tuhan. Tuhan mengacau bahasa mereka, sehingga mereka tidak saling mengerti, sehingga berakhirlah riwayat pembangunan Menara Babel itu bersama kesombongan para pembangunnya. Cerita itu pada dasarnya mahu mengatakan bahawa kesombongan manusia selalu menimbulkan salah pengertian sesama manusia.

Dan ketidak saling pengertian itu akan menimbulkan kekacauan, rusuhan dan bencana. Dan memang sejak peristiwa Menara Babel itu, kisahkisah tentang kesombongan manusia dan keruntuhannya selalu berulang. Oleh kerana kesombongannya manusia tidak saling mengerti, sehingga apa saja yang telah dibangun boleh runtuh berkecai. Terhadap kesombongan manusia yang memecah belah dan meruntuhkan, Tuhan rupanya tidak berdiam diri. Pada peristiwa Pentakosta, Tuhan mengutus Roh- Nya untuk mempersatukan kembali yang terpecah belah, tercerai berai dan membangun kembali yang telah runtuh dengan bahasa Pentakosta, bahasa saling pengertian, seperti kita dengar dalam pembacaan pertama minggu ini.

Pada peristiwa Pentakosta itu dikurniakan kembali kepada manusia bahasa saling pengertian, bahasa persatuan yang telah hilang sejak peristiwa Menara Babel itu. Ketika Petrus tampil dan berbicara dalam bahasa ibunya, semua orang yang datang dari pelbagai sudut dunia tiba-tiba boleh mengerti. Mereka hairan dan berkata: “Bagaimana mungkin kita masing-masing mendengarkan mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri…” Bahasa yang saling tidak dimengerti sejak peristiwa Menara Babel itu sudah berakhir, dan sejak peristiwa Pentakosta bahasa yang tidak dimengerti itu ditemukan kembali.

Tetapi sejarah rupanya selalu berulang, usaha membangun Menara Babel masih saja mahu dilakukan manusia, namun Tuhan pula senantiasa menciptakan “Pentakosta baru”. Negara kita juga, sejak sekian lama sebenarnya mengusahakan pembangunan. Pembangunan dalam segala bidang hidup. Bidang ekonomi, bidang budaya, bidang politik, hukum dan sebagainya. Tetapi mungkin kerana unsur kesombongan masih saja melekat pada diri kita dalam semua pembangunan itu. Kita berusaha untuk membangun yang serba hebat dan serba canggih tetapi jika tanpa mengikutsertakan Tuhan dalam pembangunan itu, sulit untuk dicapai hasilnya.

Ada kebiasaan kita untuk berusaha memisahkan Tuhan dari pada pembangunan politik, hukum dan budaya kita. Pembangunan dipisahkan daripada agama, daripada iman dan moral. Oleh sebab itu, pembangunan kita terkesan tidak memiliki semangat iman dan moral. Politik dan budaya kita terkesan tidak beretika, tidak bermoral. Tuhan, iman dan moral hanya merupakan kata-kata hanya dimulut saja, yang digaungkan dalam upacara-upacara rasmi tanpa makna. Mungkin kerana itu, kita sekarang sedang mengalami krisis dalam pelbagai bidang hidup. Dan kata orang, akar dari segala krisis itu adalah krisis etika dan krisis moral itu.

Dan salah satu krisis moral yang paling teruk adalah munculnya semangat mengutamakan kepentingan kumpulan yang melahirkan berbagai-bagai rusuhan dan kekacauan. Perpecahan sedang mengancam kita. Isu-isu perbezaan agama, perbezaan tingkat ekonomi dan sosial ditiup-tiup untuk melestarikan permusuhan antara golongan. Namun kita sebagai insan yang beriman, kita selalu boleh percaya bahawa Tuhan pasti tidak tinggal diam melihat keadaan gereja kita yang sedang diuji ini.

Kita ada kesedaran dan kebangkitan baru yang dihembusi oleh Roh Tuhan. Kesedaran dan kebangkitan baru untuk membangun persaudaraan dan persatuan. Persatuan antara umat dan persatuan dari semua orang yang berkehendak baik tanpa membeza-bezakan agama, etnik, tingkat sosial dan golongan. Kita boleh percaya bahawa Roh Tuhan tengah berhembus di tengah- tengah kita. Dialah yang membawa bahasa yang saling dimengertikan itu kepada semua orang yang berkehendak baik. Roh akan berhembus ke mana Dia suka.

Dan kita umat Katolik hendaknya merasa terpanggil untuk mengikuti arah hembusan Roh Tuhan itu. Dalam Injil hari ini Tuhan menasihatkan kepada kita; “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian sekarang Aku mengutus kamu”! Jadi saudara-saudari, kita dipanggil dan diutus untuk memberikan kesaksian tentang bahasa Pentakosta, bahasa yang saling dimengerti dan perdamaian. — Fr Valentine Gompok OFM Cap

http://www.heraldmalaysia.com/news/Mari,-berbahasa-Pentakosta-9213-19-1.html
http://mureo.com/news/menantang-tuhan-menara-babel-dibangun-kembali.html

One thought on “Sejarah Bahasa Manusia,Peristiwa Kejatuhan Menara Babel dan Bahasa Pentakosta

Leave a comment